Senin, 14 Maret 2011

Kebudayaan Kal-Bar

Rumah Adat Kalbar
Ini adalah rumah adat khas Kalimantan barat, namanya Rumah Betang. Wuih megahnya, gede pula.. :D . Uniknya rumah adat ini berada ditengah-tengah danau atau perairan, karena rumah Betang ini biasanya terdapat di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).

Bentuk dan ukuran Rumah Betang ini bermacan-macam diberbagai tempat. Ada yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.

Busana Daerah
Ini merupakan baju adat khas Kalimantan Barat. Wauw, unik ya.. :D . Suku Dayak di Kalimantan Barat ini mulai mengenal pakaian yang disebut king baba (king = cawat; baba = laki-laki) untuk laki-laki, dan king bibinge untuk perempuan (bibinge = wanita). Pakaian tersebut terbuat dari kulit kayu yang diproses hingga menjadi lunak seperti kain. Kulit kayu yang bisa difungsikan sebagai kain untuk membuat cawat, celana, baju, clan selimut itu disebut kapua atau ampuro.

Masyarakat Dayak pun mengenal teknik menenun untuk membuat busana. Bahkan hingga kini masyarakat Dayak dikenal sebagai penenun yang terampil. Dulu, yang ditenun adalah serat benang yang dihasilkan dari kulit pohon tengang. Warna dasar serat yang kuat yang dihasilkan adalah warna coklat muda. Untuk memperoleh warna hitam atau merah hati, warna yang dominan pada tenunan tradisional Dayak, serat tengang itu dicelup dengan getah pohon yang dilarutkan dalam air. Tenunan yang beredar sekarang dengan warna-warna kuning, merah muda, putih, dsb, dibuat dari benang kapas yang diperoleh dari luar daerah. Kini telah sangat jarang dijumpai tenunan yang dibuat dari serat tengang sehingga busana adat masyarakat Taman pun menggunakan tenunan benang kapas.

Kesenian Tradisional
Tari Ajat Temuai Datai (aneh banget namanya :-) ), diangkat dari bahasa Dayak Mualang, yang tidak dapat diartikan secara langsung, karena terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya adalah Tari menyambut tamu, yang bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan/masa lampau, diantara kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me – ngayau, yang berarti musuh (bahasa Dayak Iban). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya.

Tari Gong, adalah seni tari yang menceritakan kemolekan seorang gadis yang menari dengan gemulai diatas sebuah gong, dimana gadis tersebut akan diperebutkan oleh 2 orang Pemuda Dayak yang gagah perkasa. Kedua pemuda tersebut akan bertarung secara ksatria, sampai dengan salah satu diantaranya kalah. Dan akhirnya sang pemenang akan kembali bersama si gadis. Weleh-weleh ampe segitunya.. :D .

Beberapa jenis alat musik tradisional Kalimantan Barat
Sampek adalah alat musik tradisional Suku Dayak, terbuat dari berbagai jenis kayu ( kayu arrow, kayu kapur, kayu ulin). Dibuat secara tradisional. Proses pembuatan bisa memakan waktu berminggu minggu. Dibuat dengan 3 senar, 4 senar dan 6 senar. Biasanya sampek akan diukir sesuai dengan keinginan pembuatnya, dan setiap ukiran memiliki arti. Mendengarkan bunyi sampek yang mendayu dayu, seolah memiliki roh/kekuatan. Di Pampang banyak warga yang amat mahir memainkan sampek. Bunyi sampek biasa digunakan untuk mengiringi sebuah tarian, atau memberikan semangat bagi para pasukan perang.

Alat musik tradisional lainnya :


0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

The Island Of Borneo Copyright © 2011 Template Blog Is Designed by SiNyO